Perubahan Fisiko Kimia Selama Proses Ekstrusi

perubahan fisiko kimia selama proses ekstrusi


Pada proses ekstrusi terjadi beberapa perubahan diantaranya gelatinisasi pati, deunaturasi protein serta inaktivasi enzim yang terdapat pada bahan mentah. Adanya perubahan tersebut dapat meningkatkan daya cernanya. Selain itu proses ekstrusipun dapat menginaktivasi zat anti nustrisi yang terdapat di dalam bahan.


  • Gelatinisasi Pati
Perubahan utama yang di alami oleh bahan pangan selama proses ekstrusi adalah gelatinisasi. Menurut Winarno 1997, gelatinisasi adalah perubahan granula pati yang dapat di buat membengkak luar biasa tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Pengembangan granula pati tersebut bersifat dapat kembali (reversible) apabila tidak melewati suhu geletinisasi dan akan menjadi tidak dapat kembali (irreversible) apabila telah mencapai suhu gelatinisasi.

Menurut Mayer 1982, dalam muchtadi dkk 1988 mekanisme pengembangan granula pati tersebut di sebabkan karena molekul-molekul amilosa dan amilopektin hanya di pertahankan olehh adanya ikatan-ikatan hidrogen yang lemah. Atom hidrogen dari gugus hidroksil akan tertarik pada muatan negatif atom oksigen dari gugus hidroksil yang lain.

Seiring dengan meningkatnya suhu suspensi makan ikatan hidrogen tersebut semakin lemah. Molekul air memiliki energi kinetik yang lebih tinggi sehingga dengan mudah berpenetrasi kedalam granula tetapi ikatan hidrogen antar molekul air pun semakin lemah. Apabila suhu suspensi semula menurun maka air akan terikat dalam sistem amilosa dan amilopektin sehingga menghasilkan ukuran granula yang semakin besar (Muchtadi dkk, 1988).

Gelatinisasi pati tersebut di sebabkan  oleh suhu, tekanan dan gesekan. Tingkat gelatinisasi pati selama proses ekstrusi tergantung pada asal bahan baku dan kondisi proses ekstrusi. Tingkat gelatinisasi meningkat dengan semakin rendahnya kadar air serta waktu dan suhu proses yang semakin tinggi (Gomez and Aguillera, 1983). Suhu gelatinisasi pati pada jagung yaitu 67 derajat celcius sampai 78 derajat celcius, suhu gelatinisasi pada beras 66 derajat celcius sampai 82 derajat celcius dan suhu gelatinisasi pati pada kacang-kacangan 64 derajat celcius sampai 67 derajat celcius (Muchtadi dkk, 1988).

Proses pemasakan ekstrusi menggunakan bahan pati-patian yang pada umumnya mengandung kadar air rendah seperti butiran kecil, tepung dan lain-lain. Adanya penurunan kadar air bahan di bawah batas kecukupan tersebut dapat menyebabkan peningkatan suhu gelatinisasi. Selain itu adanya energi mekanik dapat menyebabkan penyimpangan pada pati. Penyimpangan tersebut yaitu perubahan struktur granula pati dan degradasi molekul. Penggunaan high shear, suhu tinggi serta kadar air rendah pada proses pemasakan ekstrusi dapat menyebabkan penyimpangan tersebut (Smith, 1999).

Pembuatan puffed cereal memerlukan perbandingan amilosa dan amilopektin yang tepat. Menurut Smith 1999, pemilihan dapat di lakukan berdasarkan kombinasi amilosa yang tinggi atau jenis pati tertentu dengan perbandingan amilosa serta amilopektin yang sesuai. Untuk produk mengembang yang renyah di perlukan 5-20% amilosa (Miller 1995). Artinya agar produk dapat mengembang maka di perlukan kadar amilopektin sekitar 80-95%.

Menurut Winarno 1997, beras berdasarkan kandungan amilosa nya dapat di bagi menjadi beras dengan kadar amilosa tinggi yaitu 25-33%, beras dengan kadar amilosa menengah yaitu 20-25%, beras dengan kadar amilosa rendah yaitu 9-20%, dan beras dengan kadar amilosa yang sangat rendah yaitu kurang dari 9%.

Pati pada jagung terdiri dari 27% amilosa dan 73% amilopektin, sedangkan biji-bijian lain seperti gandum, beras, barley dan oat memiliki kandungan amilosa masing-masing sebesar 23%, 17%, 22% dan 23% (Inglet 1971 di kutip polina, 1995).

Amilopektin di ketahui bersifat merangsang terjadi nya proses puffing sehingga produk ekstruksi yang berasal dari pati-patian dengan kandungan amilopektin tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah sedangkan pati dengan kandungan amilosa tinggi cenderung menghasilkan produk yang keras dan pejal, karena proses puffing hanya terjadi secara terbatas (Muchtadi dkk., 1988).

  • Denaturasi Protein
Fungsi utama dari proses ekstrusi pada protein adalah untuk mendenaturasi dan memerberikan tekstur. Adanya suhu dan tekanan yang tinggi dalam ekstruder mengakibatkan ikatan intramolekul pada protein pecah sehingga protein terdenaturasi (Anonymous 1993). Denaturasi protein adalah modifikasi konformasi struktur, tersier dan kuartener. Denaturasi merupakan fenomena dimana terbentuk konformasi baru dari struktur yang telah ada. Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan, hilangnya aktivitas biologi, peningkatan viskositas dan protein mudah di serang oleh enzim proteolitik (Fennema, 1985).


a. Penyerapan Air

Penyerapan air tergantung pada ketersediaan group hidrofilik yang mengikat molekul air dan pada kapasitas pembentukan gel dari makromolekul. Pati yang telah mengalami gelatinisasi kemampuan menyerap air nya sangat besar dan cepat selama granula nya masih utuh. Air yang terserap itu terperangkap di dalam granula pati. Penurunan kapasitas penyerapan air terjadi apabila pati yang telah mengalami gelatinisasi tersebut di panaskan terus menerus sehingga menyebabkan pecahnya granula dan rusaknya struktur internal pati (Gomez dan Aguilera 1983). Selain itu daya serap air erat kaitannya dengan kandungan asam amino pada bahan.

Daya serap air berhubungan dengan jumlah gugus asam amino polar yang terdapat dalam molekul protein. Gugus asam amino polar, seperti hidroksil, amino, karboksil dan sulfihidril memberikan sifat hidrofilik bagi molekul protein, Sifat hidrofilik ini menyebabkan molekul protein mudah menyerap dan mengikat air (Hutton dan Campbel 1981 dikutip Suwarno, 2003).

b. Inaktivitas Zat Antinutrisi

Bahan baku berupa kacang-kacangan umumnya mengandung zat anti nutrisi seperti tannin, asam fitat, haemaglutinin dan inhibitor protease. Komponen antinutrisi tersebut dapat menghambat pertumbuhan, ketidakseimbangan nitrogen, pengurangan daya cerna gula serta asam amino dan penurunan respon imunitas (Santidrian et al ., 1981).

Prosese ekstrusi dapat memengaruhi komponen anti gizi tersebut tinggi nya suhu ekstrusi yang digunakan dapat mengakibatkan perubahan struktur molekul tannin dan polifenol. Proses pemasakan ekstrusi dapat mengurangi asam fitat, tannin, folifenol, tripsin, kimotripsin dan aktivitas inhibitor x-amilase pada biji. Selain itu aktivitas hemaglutinin terhambat secara sempurna (Marzo dkk, 2002).

c. Rekasi Maillard

Selain itu perubahan fisikokimia yang terjadi pada proses ekstrusi adalah terjadi nya reaksi mailard. Reaksi mailard terjadi antara gula denga kelompok emino bebas dari lisin yang menyebabkan warna produk menjadi kecoklatan. Reaksi mailard sangat penting sebagai sumber pembentukan aroma, rasa serta senyawa pewarna yang mendukung kualitas pemasakan dan makanan yang di proses walaupun mepunyai efek yang kurang baik terhadap mutu protein. Reaksi mailard mudah terjadi dengan adanya asam amino dan gula, aktifitas air, pH dan waktu tinggal dalam ekstruder (Johnson 1993).



Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Perubahan Fisiko Kimia Selama Proses Ekstrusi"

Post a Comment