Pemanfaatan pati alami masih sangat terbatas karena sifat fisik dan kimia nya kurang sesuai untuk di gunakan secara luas. Oleh karena itu, pati akan meningkat nilai ekonominya jika dimodifikasi sifat-sifatnya melalui perlakuan fisik, kimia, atau kombinasi keduanya (Liu et al. 2005). Modifikasi pati bertujuan mengubah sifat kimia dan atau fisik pati secara alami, yaitu dengan cara memotong struktur molekul, menyusun kembali struktur molekul, oksidasi atau substitusi gugus kimia pada molekul pati (Wuzburg, 1989).
Modifikasi pati di lakukan secara fisik, kimia maupun secara enzimatis (Sanguilan et al. 2005). Modifikasi secara fisik diantaranya proses pragelatinisasi, penyesuaian ukuran partikel dan penyesuaian kelembaban (moisture), ekstruksi, praboiling, steam cooking, iradiasi microwave, pemanggangan, hydrotermal treatment dan autoclaving, (Sajilata et al. 2006 Bao dan Bergman 2004). Modifikasi kimia dapat di lakukan melalui proses konversi termasuk hidrolis asam, oksidasi, dekstrinasi, dan konversi asam serta derivatisasi termasuk crosslinking, stabilisasi dan penambahan gugus fungsional tertentu.
Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah di ubah lewat suatu reaksi kimia (acetylasi, esterifikasi, atau oksidasi) atau dengan mengganggu struktur asal nya (Fleche, 1985). Perlakuan modifikasi pati secara fisik melibatkan beberapa faktor antaralain : suhu, tekanan, pemotongan dan kadar air pada pati. Granula pati dapat di ubah secara parsial maupun total. Prinsip modifikasi fisik secara umum adalah dengan pengemasan. Bila dibandingkan dengan modifikasi kimia, modifikasi fisik cenderung lebih aman karena tidak menggunakan berbagai pereaksi kimia. Modifikasi secara fisik yaitu heat moisture treatment (HMT) di pilih untuk memperbaiki sifat fungsional tersebut dikarenakan proses yang dilakukan dapat menghasilkan pati yang lebih aman dan alami serta digunakan oven untuk proses pemanasannya (Herawati, 2009).
Teknologi modifikasi pati dan aplikasinya yang banyak dilakukan diantaranya adalah modifikasi secara fisik (Wurzburg et al., 1986). Modifikasi pati secara fisik tidak melibatkan penggunaan bahan kimia sehingga pati yang dihasilkan lebih aman dan proses modifikasi relatif lebih mudah. Metode HMT telah di gunakan untuk meningkatkan kualitas bihun yang dibuat dari pati ubi jalar (Collado et al. 2001) Metode HMT dilakukan dengan cara pemanasan pati di atas suhu gelatinisasi namun dengan kadar air yang terbatas sehingga pati tidak tergelatinisasi tetapi hanya mengalami perubahan konformasi molekul yang disertai dengan perubahan karakteristiknya (Collado and Corke, 1999 ; Singh et al. 2005; Vermeylen et al. 2006; Pukkahuta and Varavinit, 2007).
Heat Moisture Treatment (HMT) didefinisikan sebagai metode modifikasi pati yang dilakukan secara fisik yang melibatkan perlakuan panas dan pengaturan kadar air (Collado and Corke, 1999). Selanjutnya Collado et al. (2001) Menyatakan bahwa pemanasan yang di lakukan pad metode HMT di lakukan di atas suhu gelatinisasi pati (80-120 derajat celcius) namun pada kadar air yang terbatas (<35%b/b) dengan waktu tertentu. Studi yang dilakukan klup dan Lorenz (1981) seperti yang disitasi oleh Olayinka et al. (2006), modifikasi HMT dapat merubah karakteristik pati karena selama modifikasi pati terbentuk kristal baru atau terjadi proses rekristalisasi dan penyempurnaan struktur kristalin pada granula pati.
Secara umum di laporkan bahwa HMT menurunkan viskositas puncak, menurunkan viskositas breakdown, meningkatkan suhu pasting, meningkatkan suhu gelatinisasi dan menurunkan kapasitas pembengkakan granula pati. beberapa parameter lain seperti morpologi granula, tipe kristalit dan kristalinitas, kapasitas pemebengkakan, solubilitas dan tekstur dilaporkan dengan hasil berbeda.
Energi yang diterima oleh pati selama pemanasan berlangsung kemungkinan dapat melemahkan ikatan hidrogen inter dan intra molekul amilosa dan amilopektin di dalam granula pati. Kondisi ini memberikan peluang kepada air untuk mengimbibisi granula pati. Jumlah air yang terbatas menyebabkan pergerakan maupun pembentukan interkasi antara air dan molekul amilosa atau amilopektin juga terbatas sehingga tidak menyebabkan adanya peningkatan kelarutan pati di dalam air selama pemanasan berlangsung. Dengan kata lain, keberadaan air yang terbatas selama pemanasan yang di lakukan pada modifikasi HMT belum mampu membuat pati mengalami gelatinisasi yang ditinjukan dengan masih terjaganya integritas granula pati termodifikasi HMT yang dilihat melalui studi diffraksi sinar X (Hoover dkk, 1996), dan studi bentuk granula dengan miskroskop polarisasi cahaya atay SEM (Scanning Electrone Microscope) (Pukkahuta et al. 2008 dan Vermeylen et al. 2006).
Imbibisi air selama modifikasi HMT berlangsung menyebabkan adanya pengaturan kembali (rearangement) molekul amilosa dan amilopektin di dalam granula pati (Singh et al. 2005 dan vermeylen 2006). Adanya pengaturan kembali ini berimplikasi pada terjadinya perubahan sifat fisik maupun sifat kimia pati. Perubahan sifat fisik yang terjadi pada pati termodifikasi HMT antara lain perubahan profil gelatinisasi (Collado and Corke 1999; Lawal and Adebowale 2005; Collado et al. 2001; Purwani et al. 2006; Olayinka et al. 2008), perubahan swelling volume dan perubahan kelarutan (Collado and Corke 1999). Sementara itu perubahan kimia yang terjadi pada pati termodifikasi HMT antara lain terjadi nya peningkatan fraksi pati yang mempunyai berat molekul pendek (Lu et al. 1996 dan Vermeylen et al. 2006). HMT menyebabkan perubahan konformasi molekul pati dan menghasilkan struktur kristalin yang lebih resisten terhadap proses gelatinisasi (Jacobs dan Delcour 1998; Collado dan Corke, 1999; Stute, 1992; Singh et al. 2005; Vermeylen et al.2006; dan Pukkahuta dan Varavinit, 2007).
Modifikasi berlangsung saat fase amorphous pati berada pada kondisi rubbery yang bersifat fluida, dimana mobilitas titik percabangan amilopektin meningkat dan mengakibatkan peningkatan interaksi di bagian kristalit. HMT mengubah konformasi molekul pati dengan memperkuat interaksi molekuler di daerah kristalin dan daerah amorphous. Pengaturan ulang struktur molekul disebabkan oleh penurunan stabilitas kristal rantai panjang, terbukanya sebagian double heliks, pembentukan ikatan intermolekuler pada double heliks amilopektin rantai pendek, antara amilosa dengan amilosa dan atau amilopektin dan pembentukan kompleks amilosa lemak (Jacobs dan Delcour, 1998)
Proses gelatinisasi selama proses modifikasi HMT tidak terjadi karena kadar air yang digunakan untuk proses modifikasi dibatasi (27%) sehingga tidak cukup untuk proses gelatinisasi karena menurut Hoover dan Hadziyev (1981) yang dikutip oleh Ratnayake et al. (2002) bahwa proses gelatinisasi dapat terjadi jika sejumlah pati dipanaskan dalam jumlah air yang berlebih sehingga granula pati jagung yang membengkak akan pecah. Pecahnya granula pati jagung diikuti dengan hilangnya sifat birefrigen pati jagung.
Kemampuan swelling volume pati termodifikasi secara HMT terbatas karena pembentukan ikatan hidrogen antara air yang berada di luar granula dengan molekul pati baik amilosa maupun amilopektin menjadi lebih sulit (Miyoshi, 2001). Metode modifikasi HMT menyebabkan berkurangnya leaching amilosa sehingga kelarutan pati ubi jalar termodifikasi secara HMT menjadi lebih rendah dari kelarutan pati ubi jalar alami (Collado et al., 2001). Pati sagu yang dimodifikasi secara HMT mempunyai derajat putih yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pati alaminya. Selanjutnya persentase sineresis pati termodifikasi HMT lebih rendah bila dibandingkan dengan pati alaminya (Herawati, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Ahmad (2009), pati jagung HMT memiliki suhu awal gelatinisasi yang lebih tinggi dari pati alami. Lebih lanjut Herawati (2009) melaporkan bahwa pati sagu HMT memiliki swelling volume dan kelarutan yang terbatas.
Gunaratne dan Hoover (2002) melaporkan, pati kentang dan uwi termodifikasi HMT mengalami pergeseran tipe kristalisasi dari tipe B menjadi C, dimana pati dengan tipe C mempunyai susunan kristal double heliks yang lebih rapat sehingga lebih resisten terhadap perlakuan panas. Studi yang dilakukan oleh Purwani et al. (2006), menunjukkan bahwa teknik HMT dapat menggeser tipe kurva profil gelatinisasi pati sagu dari tipe A menjadi tipe B. Modifikasi HMT yang dilakukan terhadap pati ubi jalar mengalami pergeseran profil gelatinisasi dari tipe A menjadi tipe C.
Belum ada tanggapan untuk "Modifikasi Pati Secara Heat Moisture Treatment (HMT)"
Post a Comment